Guru Tidak Cukup Hanya Mengajar
Penulis : Riana Afifah | Minggu, 25 November 2012 | 18:27 WIB
KOMPAS/ FERGANATA INDRA RIATMOKO
Menghormati Jasa Pendidik - Pelajar mengikuti upacara bendera
untuk memeringati HUT Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) di SD
Sinduadi 1, Kecamatan Mlati, Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta, Rabu
(25/11). HUT PGRI atau dikenal dengan sebutan Hari Guru diperingati
setiap tahunnya untuk menghormati jasa para pendidik dalam mencerdaskan
para anak bangsa.
Ketua Umum Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Sulistiyo, mengatakan bahwa peran guru saat ini hanya diprioritaskan untuk mengajar saja. Padahal guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik dalam tiap jenjang pendidikan.
"Tapi sayangnya, sekarang yang dihargai hanya dalam angka kredit maupun kepentingan kepegawaian hanya mengajar saja. Tatap muka minimal 24 jam dan maksimal 40 jam per minggu," kata Sulistiyo di Jakarta, Jumat (23/11/2012).
Akibatnya, tugas lain yang juga diemban oleh para guru ini kurang mendapat perhatian bahkan terkadang tidak terlaksana secara optimal.
Pasalnya, para guru ini sibuk memenuhi durasi tatap muka dengan peserta didiknya sehingga terkadang lolos mengamati perkembangan anak didiknya karena peran mengevaluasi tadi kurang berjalan.
Tidak hanya itu, adanya Ujian Nasional (UN) juga makin menguatkan bahwa tugas utama hanya mengajar saja. Berbagai pendalaman materi disediakan untuk siswa-siswa pada tingkat akhir untuk memantapkan lagi mata pelajaran yang akan diujikan.
Namun semuanya hanya sekadar pengajaran, tidak ada konsultasi atau bimbingan bagi anak-anak didik yang mengalami kesulitan belajar.
"Ini yang menyebabkan pendidikan susah untuk membangun karakter bangsa karena guru sebagai kunci keberhasilan pendidikan belum didorong dan dihargai untuk melakukan keseluruhan tugasnya dengan baik," ujar Sulistiyo. "Jadi jika mutu pendidikan dianggap belum baik, ini persoalan kolektif akibat dari sistem dan kebijakan yang tidak tepat," tandasnya.
Editor :
Tri Wahono
Sumber : http://edukasi.kompas.com/read/2012/11/25/18272682/Guru.Tidak.Cukup.Hanya.Mengajar?utm_source=WP&utm_medium=box&utm_campaign=Kknwp
Sumber : http://edukasi.kompas.com/read/2012/11/25/18272682/Guru.Tidak.Cukup.Hanya.Mengajar?utm_source=WP&utm_medium=box&utm_campaign=Kknwp
Kesenjangan Guru GTT dan Negeri Masih Timpang
MAGELANG, suaramerdeka.com - Kesejahteraan antara guru negeri dan guru honorer juga Guru Tidak Tetap (GTT) sangatlah timpang. Ironis, dengan beban kerja yang tak jauh berbeda guru honorer dan GTT banyak yang mendapatkan gaji Rp 200 ribu/bulan.
Karena ketimpangan yang sangat mencolok ini Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Pusat, DR Sulistiyo MPd mendesak pemerintah untuk memberikan kesejahteraan kepada para tenaga pendidik maupun tenaga kependidikan non-PNS di Indonesia yang masih di bawah kewajaran.
"Kita harus jujur bahwa sekarang ini tenaga pendidik masih kurang sehingga banyak yang memanfaatkan tenaga honorer dan GTT," katanya, dalam Seminar Nasional Profesionalisme Guru di Gedung Wanita, rangkaian HUT PGRI Kota Magelang, Rabu (14/11).
Dia mencontohkan, Sekolah Dasar (SD) di Indonesia sampai saat ini dipastikan masih kekurangan guru PNS. Apalagi, sejak 3 tahun lalu, tidak ada pengangkatan dengan adanya kebijakan moratorium PNS di beberapa daerah.
"Selama tiga tahun tidak ada pengangkatan padahal setiap tahunnya banyak PNS guru yang pensiun. Di Jateng ada 27.000 guru pensiun. Sehingga jelas, bahwa peranan guru honorer dan GTT peranannya sangat penting," katanya.
Dari data pemerintah, kekurangan guru di Indonesia ada sekitar 2,9 juta orang, sehingga sekolah banyak yang memberdayakan guru honorer dan GTT. Namun, dari hasil profesi guru honorer tersebut, upah mereka hanya diberikan antara Rp 100.000 - Rp 200.000/bulan.
"Itu sama saja dengan mendzalimi para guru. Kinerja mereka sama dengan PNS, sehingga sistem kepegawaian non-PNS dan kesejahteraan ini harus diperjuangkan. Kami mendesak, kalau sampai tahun 2013 belum juga ada perbaikan gaji honorer, PGRI akan melakukan gerakan organisasi secara serentak, sampai permintaan itu dikabulkan," tandasnya.
( Sholahuddin Al-Ahmed / CN32 / JBSM )
Sumber : http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2012/11/15/135528/Kesenjangan-Guru-GTT-dan-Negeri-Masih-Timpang
Guru Tidak terpecah belah
Tak Dihalangi Bentuk Organisasi
YOGYAKARTA - Ketua Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) Sulistiyo menyatakan tidak bisa menghalangi seseorang membuat kelompok atau organisasi guru, tapi tidak semua organisasi guru dapat disebut sebagai organisasi profesi.
Menurutnya, organisasi guru disebut organisasi profesi kalau memenuhi persyaratan seperti dalam Undang-Undang Guru dan Dosen, misalnya ada kode etik dan dewan kehormatan.
Sulistiyo menyatakan hal itu sebagai penjelasan berita Suara Merdeka (12/11). ”Berita yang menyatakan sekarang banyak organisasi atau kelompok yang mengaku sebagai organisasi guru, bisa menimbulkan salah paham seolah-olah guru terpecah-belah,” kata anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) itu, seusai berbicara di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, kemarin.
Dia menjelaskan, guru sebagai profesi memang berbeda dari tenaga kerja yang lain. Sebagai profesi, guru memerlukan organisasi profesi. Bahkan dalam Pasal 41 ayat 3 UU Guru dan Dosen disebutkan, guru wajib menjadi anggota profesi. Organisasi profesi itu harus diatur seperti organisasi profesi Ikatan Dokter Indonesia (IDI) untuk profesi dokter yang diatur dalam UU Praktik Kedokteran. PGRI, lanjutnya, sedang menyiapkan diri untuk menjadi organisasi profesi guru yang baik, misalnya dalam penegakan kode etik.
Mulai 2013 guru akan diwajibkan melaksanakan kode etik. PGRI sudah memiliki kode etik sejak 1973 tapi UU Guru dan Dosen baru mewajibkan sejak 2005. Karena itu, kata Sulistiyo, dalam Kongres XX PGRI 2008 PGRI merumuskan kode etik yang lebih lengkap dan terinci sesuai dengan tuntutan zaman dengan melibatkan semua komponen.
Harapan menjadi PNS tampaknya sulit terwujud karena pemerintah berkali-kali menyatakan tidak akan mengangkat mereka menjadi PNS. ”Mungkin benar karena PNS memang bukan hadiah dan warisan. Tapi pola perencanaan kebutuhan dan pemenuhan guru PNS sangat tidak jelas, padahal kekurangan sangat banyak.”
Dia juga menyatakan PGRI saat ini sedang mengusulkan agar guru honorer yang penuh waktu dan prestasinya baik diperlakukan setara dengan PNS, termasuk kesejahteraannya.
”Saya pernah terlibat diskusi keras ketika Men-PAN mengatakan tidak aka ada pengangkatan guru honorer setelah 2006. Saya menyimpulkan, data pemerintah tentang guru honorer sangat minim dan memprihatinkan. Karena itu, saya meminta pemerintah, khususnya Men-PAN, agar kebijaksanaannya diumumkan agar diketahui oleh guru biar guru bisa protes keras,” katanya. (C19-60)
Sumber : http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2012/11/13/205320/16/Guru-Tidak-Terpecah-Belah
Kemdikbud Luncurkan Program Kelas Maya
Guru Tidak terpecah belah
Tak Dihalangi Bentuk Organisasi
YOGYAKARTA - Ketua Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) Sulistiyo menyatakan tidak bisa menghalangi seseorang membuat kelompok atau organisasi guru, tapi tidak semua organisasi guru dapat disebut sebagai organisasi profesi.
Menurutnya, organisasi guru disebut organisasi profesi kalau memenuhi persyaratan seperti dalam Undang-Undang Guru dan Dosen, misalnya ada kode etik dan dewan kehormatan.
Sulistiyo menyatakan hal itu sebagai penjelasan berita Suara Merdeka (12/11). ”Berita yang menyatakan sekarang banyak organisasi atau kelompok yang mengaku sebagai organisasi guru, bisa menimbulkan salah paham seolah-olah guru terpecah-belah,” kata anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) itu, seusai berbicara di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, kemarin.
Dia menjelaskan, guru sebagai profesi memang berbeda dari tenaga kerja yang lain. Sebagai profesi, guru memerlukan organisasi profesi. Bahkan dalam Pasal 41 ayat 3 UU Guru dan Dosen disebutkan, guru wajib menjadi anggota profesi. Organisasi profesi itu harus diatur seperti organisasi profesi Ikatan Dokter Indonesia (IDI) untuk profesi dokter yang diatur dalam UU Praktik Kedokteran. PGRI, lanjutnya, sedang menyiapkan diri untuk menjadi organisasi profesi guru yang baik, misalnya dalam penegakan kode etik.
Mulai 2013 guru akan diwajibkan melaksanakan kode etik. PGRI sudah memiliki kode etik sejak 1973 tapi UU Guru dan Dosen baru mewajibkan sejak 2005. Karena itu, kata Sulistiyo, dalam Kongres XX PGRI 2008 PGRI merumuskan kode etik yang lebih lengkap dan terinci sesuai dengan tuntutan zaman dengan melibatkan semua komponen.
Guru Honorer
Menurut Sulistyo, PGRI sangat prihatin atas sejumlah kebijakan
tentang guru honorer. Saat ini semua kabupatren/kota kekurangan guru
SD yang pegawai negeri sipil (PNS). Kekurangan itu diisi oleh guru
honorer tapi mereka tidak memperoleh perhatian yang memadai, baik aspek
kepegawaian maupun kesejahteraan. Harapan menjadi PNS tampaknya sulit terwujud karena pemerintah berkali-kali menyatakan tidak akan mengangkat mereka menjadi PNS. ”Mungkin benar karena PNS memang bukan hadiah dan warisan. Tapi pola perencanaan kebutuhan dan pemenuhan guru PNS sangat tidak jelas, padahal kekurangan sangat banyak.”
Dia juga menyatakan PGRI saat ini sedang mengusulkan agar guru honorer yang penuh waktu dan prestasinya baik diperlakukan setara dengan PNS, termasuk kesejahteraannya.
”Saya pernah terlibat diskusi keras ketika Men-PAN mengatakan tidak aka ada pengangkatan guru honorer setelah 2006. Saya menyimpulkan, data pemerintah tentang guru honorer sangat minim dan memprihatinkan. Karena itu, saya meminta pemerintah, khususnya Men-PAN, agar kebijaksanaannya diumumkan agar diketahui oleh guru biar guru bisa protes keras,” katanya. (C19-60)
Sumber : http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2012/11/13/205320/16/Guru-Tidak-Terpecah-Belah
Kemdikbud Luncurkan Program Kelas Maya
Penulis : Riana Afifah | Jumat, 9 November 2012 | 19:42 WIB
Shutterstock
Ilustrasi.
Kepala Pusat Teknologi dan Komunikasi Kemdikbud, Ari Santoso, mengatakan bahwa keberadaan Kelas Maya ini merupakan bentuk dukungan bagi proses pembelajaran yang lebih terintegrasi baik dari sisi konten maupun proses interaksi.
"Ini dilakukan juga karena terbatasnya jumlah guru. Dengan Kelas Maya ini, guru dari daerah mana saja dapat dipilih oleh murid dari semua penjuru Indonesia untuk mengajar," kata Ari saat jumpa pers di Gedung C Kemdikbud, Kamis (8/11/2012).
Ia menjelaskan bahwa siswa yang ingin memperdalam ilmu melalui Kelas Maya ini dapat memilih sendiri guru yang diinginkan untuk masing-masing mata pelajaran. Tidak hanya berinteraksi dengan guru, lewat Kelas Maya ini siswa juga wajib berhubungan dengan siswa lain secara online untuk berdiskusi.
"Jadi nanti formatnya seperti teleconference dengan guru. Sementara antar siswa saat berdiskusi disediakan format chatting," ujar Ari.
"Murid bebas memilih guru yang diinginkan dari berbagai provinsi selama kuota anak yang diajar oleh guru tersebut masih dapat tertampung," jelasnya.
Untuk jadwal pembelajaran, para siswa ini dapat melihat langsung pada status guru yang bersangkutan. Para guru ini yang akan mengatur jadwal kapan akan online sehingga para siswa tinggal menyesuaikan saja. Jika tertarik untuk belajar melalui Kelas Maya ini, maka siswa harus login dulu dengan membuka situs belajar.kemdiknas.go.id.
"Login ini fungsinya untuk mengetahui tingkatan dan jenjang sekolah si anak. Untuk pelaksanaan pertama ini, sudah ada 16 sekolah di seluruh Indonesia yang akan melaksanakannya," tandasnya.
Editor :
Caroline Damanik
Sumber : http://edukasi.kompas.com/read/2012/11/09/19421294/Kemdikbud.Luncurkan.Program.Kelas.Maya?utm_source=WP&utm_medium=box&utm_campaign=Kknwp
Tidak ada komentar:
Posting Komentar