MATARAM, Lomboktoday.co.id—Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI)
saat ini, sangat serius melaksanakan fungsi dan kewenangannya sebagai
organisasi profesi guru, seperti yang tertuang dalam UU Guru dan Dosen
Pasal 41 dan 42, khususnya dalam meningkatkan profesionalime guru.
Karena, PGRI meyakini bahwa hanya dengan kompetensi yang baik itu, maka
guru dapat melaksanakan tugasnya dengan baik pula. Hal itu dikemukakan
Ketua Umum Pengurus Besar PGRI, H Sulistyo saat memberikan sambutan pada
acara pembukaan Konferensi Kerja Nasional (Konkernas) V PGRI di Hotel
Lombok Raya Mataram, tadi malam (Kamis malam, 24/1).
Selain dihadiri oleh sekitar 560 orang lebih peserta dari seluruh
Indonesia, Konkernas V PGRI itu juga dihadiri Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Mohammad Nuh, Menteri Perumahan Rakyat, Djan Faridz, Gubernur
NTB, TGH M Zainul Majdi, Kepala Dinas Dikpora NTB, HL Syafi’i, Bupati
Lombok Barat, H Zaini Arony, Walikota Mataram, H Ahyar Abduh, dan para
kepala SKPD lingkup Pempop NTB.
Sulistyo mengatakan, dalam konkernas ini, akan dievaluasi, dibahas
strategi peningkatan kompetensi dan penegakan kode etik guru, agar mampu
sebagai pedoman dalam melaksanakan tugas profesionalnya. Jadi, guru
sebagai profesi, tidak ada kata lain kecuali harus meningkatkan
kinerjanya secara professional dan berpedoman pada kode etiknya.
‘’Sampai Desember 2012 lalu, anggota PGRI yang tersebar di seluruh
kabupaten/kota di Indonesia sekitar 3,6 juta orang, kurang lebih 95
persen dari jumlah guru di Indonesia. Anggota PGRI sudah melaksanakan
kode etik dan PGRI melalui Dewan Kehormatan Guru menegakkannya. Kami
sudah membentuk DKGI sampai tingkat kabupaten/kota se-Indonesia,’’ kata
Sulistyo.
Dalam memberikan hokum kepada anggota, pihaknya juga telah membentuk
Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum sampai tingkat kabupaten/kota. PGRI
juga telah bekerjasama dengan Kapolri, bahkan sekarang telah
ditandatangani bersama, Pedoman Kerja Kepolisian RI dan PGRI tentang
Penanganan Kasus yang Menimpa Guru.
Tak hanya itu, ungkap Sulistyo, kerjasama PGRI juga dilakukan dengan
organisasi guru di Amerika, Australia, Swedia, Norwegia, Jepang,
Malaysia, Singapura, Korea Selatan, dan South China Normal University.
Bahkan, PGRI juga menjalin kerjasama dengan MPRRI, DPRRI, DPDRI,
Kemenag, Ditjen Dikti Kemendikbud, Pustekinkomdik Kemendikbud, KLH,
Kemenkominfo, Polri, KPA Indonesia, PT Telkom Indonesia, AJB Bumiputera
1912, Perusahaan Penerbangan Indonesia (Garuda, Sriwijaya, dan Merpati),
serta PT Pelayaran Nasional Indonesia.
‘’Dalam otonomi ini, guru menjadi bagian integral dalam pendidikan
yang diangkat, dibina, digaji, dan dipensiun/diberhentikan di
kabupaten/kota, maka organisasi guru kepengurusannya harus berada juga
di kabupaten/kota,’’ ungkapnya.
Sulistyo menjelaskan, PGRI menempatkan dirinya sebagai mitra
pemerintah. Posisi itu dipilih dengan penuh kesadaran bahwa mewujudkan
guru yang professional, sejahtera, terlindungi dalam meningkatkan mutu
pendidikan, pastilah harus dilaksanakan dan diusahakan bersama-sama.(ar)
Sumber : http://lomboktoday.co.id/read/2013/01/25
Sabtu, 26 Januari 2013
Minggu, 13 Januari 2013
Nasib Guru Prihatin, PGRI Mengadu ke DPR
AKARTA- Berbagai pihak menilai salah satu penyebab
menurunnya kualitas pendidikan Indonesia yaitu pengadaan dan kualitas
guru yang rendah.
Hal tersebut juga disampaikan oleh ketua PGRI, Sulistiyo. Menurutnya, kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah seakan tidak menganggap pentingnya keberadaan guru. Padahal guru merupakan kunci utama keberhasilan pendidikan Indonesia.
"Ketidakpedulian pemerintah terhadap guru tercermin pada kebijakan yang tidak menganggap guru penting, kesejahteraan guru pun tidak diperhatikan," tutur Sulistiyo saat Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) di Komisi X DPR RI, Kamis (10/1/2013).
Selain itu, Sulistiyo menambahkan, banyak sekolah di Indonesia yang kekurangan guru negeri, terutama pada tingkat Sekolah Dasar (SD). Kekurangan guru ini terjadi hampir di seluruh SD di Indonesia. Pada setiap sekolah seharusnya pemerintah menyediakan delapan guru pegawai negeri sipil (PNS), namun kenyataannya banyak sekolah yang hanya memiliki tiga guru PNS.
"Kami sudah keliling dan mengumpulkan PGRI dari seluruh kabupaten/kota, tidak ada satu pun daerah yang guru negerinya cukup, kebanyakan diisi oleh guru honorer. Kami lihat kekurangannya bisa sampai 30 hingga 40 persen," imbuhnya.
Sulistyo tidak mempermasalahkan banyaknya guru honorer di sekolah. Namun menurutnya, pemerintah harus memperlakukan guru honorer selayaknya guru negeri. Guru honorer harus diberikan pelatihan, diperhatikan dalam hal kepegawaian dan kesejahteraan. Dia juga mengimbuh, sistem penerimaan guru honorer harus diperbaiki, karena selama ini penerimaan guru tidak diatur.
"Kekurangan guru diatasi oleh Kepala Sekolah dengan seadanya, karena tidak ada perasyaratan khusus untuk merekrut guru honorer," ujarnya.
Berkaitan dengan rencana penerapan kurikulum 2013, Sulistyo meminta pemerintah untuk membenahi kualitas dan pengadaan guru. Selain itu, dia juga berharap agar pemerintah memahami kondisi guru yang sangat heterogen dan belum baik dalam segi kualitas. Menurutnya, kurikulum sebagus apa pun, namun jika kualitas gurunya tidak baik, maka kurikulum tersebut tidak akan berjalan dengan baik.
"Pemerintah jangan main-main dengan kurikulum ini. Kami tidak ingin nantinya guru disalahkan jika kurikulum ini tidak berjalan dengan lancar," tegasnya.(rfa)
Sumber : http://kampus.okezone.com/read/2013/01/10/373/744131/nasib-guru-prihatin-pgri-mengadu-ke-dpr
Hal tersebut juga disampaikan oleh ketua PGRI, Sulistiyo. Menurutnya, kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah seakan tidak menganggap pentingnya keberadaan guru. Padahal guru merupakan kunci utama keberhasilan pendidikan Indonesia.
"Ketidakpedulian pemerintah terhadap guru tercermin pada kebijakan yang tidak menganggap guru penting, kesejahteraan guru pun tidak diperhatikan," tutur Sulistiyo saat Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) di Komisi X DPR RI, Kamis (10/1/2013).
Selain itu, Sulistiyo menambahkan, banyak sekolah di Indonesia yang kekurangan guru negeri, terutama pada tingkat Sekolah Dasar (SD). Kekurangan guru ini terjadi hampir di seluruh SD di Indonesia. Pada setiap sekolah seharusnya pemerintah menyediakan delapan guru pegawai negeri sipil (PNS), namun kenyataannya banyak sekolah yang hanya memiliki tiga guru PNS.
"Kami sudah keliling dan mengumpulkan PGRI dari seluruh kabupaten/kota, tidak ada satu pun daerah yang guru negerinya cukup, kebanyakan diisi oleh guru honorer. Kami lihat kekurangannya bisa sampai 30 hingga 40 persen," imbuhnya.
Sulistyo tidak mempermasalahkan banyaknya guru honorer di sekolah. Namun menurutnya, pemerintah harus memperlakukan guru honorer selayaknya guru negeri. Guru honorer harus diberikan pelatihan, diperhatikan dalam hal kepegawaian dan kesejahteraan. Dia juga mengimbuh, sistem penerimaan guru honorer harus diperbaiki, karena selama ini penerimaan guru tidak diatur.
"Kekurangan guru diatasi oleh Kepala Sekolah dengan seadanya, karena tidak ada perasyaratan khusus untuk merekrut guru honorer," ujarnya.
Berkaitan dengan rencana penerapan kurikulum 2013, Sulistyo meminta pemerintah untuk membenahi kualitas dan pengadaan guru. Selain itu, dia juga berharap agar pemerintah memahami kondisi guru yang sangat heterogen dan belum baik dalam segi kualitas. Menurutnya, kurikulum sebagus apa pun, namun jika kualitas gurunya tidak baik, maka kurikulum tersebut tidak akan berjalan dengan baik.
"Pemerintah jangan main-main dengan kurikulum ini. Kami tidak ingin nantinya guru disalahkan jika kurikulum ini tidak berjalan dengan lancar," tegasnya.(rfa)
Sumber : http://kampus.okezone.com/read/2013/01/10/373/744131/nasib-guru-prihatin-pgri-mengadu-ke-dpr
Langganan:
Postingan (Atom)